Thursday, October 1, 2009

Gusti Allah Ora Sare...

1 comments

Gusti Allah Ora Sare...

Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam. Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah ditambah dengan "acara" kehujanan. Setengah berlari saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya. Segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian, ditemani rokok dan lampu petromak yang masih menyala. Dia menyilahkan saya duduk. "Disini saja dik, daripada kehujanan...," begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh. Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya berkata, "tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja.

Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar. Tangannya cekatan sekali meraih botol kecap dan segenap bumbu. Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, "Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?" Bapak itu menoleh kearah saya, dan berkata, "Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya.." katanya sambil menghisap rokok dalam-dalam. "Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?" kata saya, "Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?"

Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja, tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru... "Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya. "Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya." Bapak itu melanjutkan, "Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan..."

Degh. Dduh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, "Gusti Allah ora sare". (Tuhan itu tidak pernah istirahat) Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu. Maknanya terlampau dalam, membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar.

Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong mobil yang mogok.

Hmm...saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. "Ya Allah, Engkau Memang Maha yang Tak Pernah Beristirahat" Untunglah,hujan telah reda, dan sayapun telah selesai makan. Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat, Gusti Allah Ora Sare ..... Gusti Allah Ora Sare.....

Begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya. Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang tak terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yang sederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.

Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada hal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan. Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam setiap doa saya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmah kehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetap belajar, dan terus belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.

Aku berdoa agar diberikan kekuatan...Namun, Allah memberikanku cobaan agar aku kuat menghadapinya. Aku berdoa agar diberikan kebijaksanaan...Namun, Allah memberikanku masalah agar aku mampu memecahkannya. Aku berdoa agar diberikan kecerdasan...Namun, Allah memberikanku otak dan pikiran agar aku dapat belajar dari-Nya. Aku berdoa agar diberikan keberanian...Namun, Allah memberikanku marabahaya agar aku mampu menghadapinya. Aku berdoa agar diberikan cinta dan kasih sayang...Namun, Allah memberikanku orang-orang yang luka hatinya agar aku dapat berbagi dengannya. Aku berdoa agar diberikan kebahagiaan...Namun, Allah memberikanku pintu kesempatan agar aku dapat memanfaatkannya.
Continue Reading

Kiat introspeksi diri

0 comments

Introspeksi diri dapat kita lakukan dengan cara sistematis. Kita seyogianya mulai memahami bahwa terdapat peta kemanusiaan dalam diri yang terdiri dari aspek kalbu sebagai pusat, inti, bahkan hakekat dari kemanusiaan itu sendiri. Keberadaan kalbu menyadarkan kita pada hubungan vertikal antara diri dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanyakan dalam diri, seberapa dalamkah penghayatan kita tentang hubungan vertikal ini selama ini? Upaya apakah yang telah kita lakukan guna menguatkan hubungan vertikal ini dengan harapan peningkatan kokohnya penghayatan eksistensi diri kita, sebagai pribadi otonom.

Aspek kognisi. Seberapa jauhkah prestasi intelektual yang selama ini sudah kita raih. Sudahkah kita memanfaatkan potensi intelektual kita secara optimal?

Aspek konasi. Seberapa tekunkah kita dalam berupaya meraih prestasi kerja optimal? Apakah kita tipe orang yang terlalu cepat merasa puas dengan apa adanya. Sejauh mana kita berupaya meningkatkan ketekunan berusaha untuk bisa meraih prestasi optimal?

Aspek emosi. Seberapa besar pengaruh emosi dalam pencapaian prestasi sosial kita, seberapa beranikah kita menempatkan diri dalam posisi sosial yang pas untuk diri kita, tanpa mengusik ketenteraman lingkungan di mana kita berada? Seberapa asertifkah kita dalam mengungkapkan perasaan dan isi pikiran kita pada lingkungan di mana kita berada, sehingga terasa ringan di dada?

Aspek nilai dan tatanan sosial. Seberapa jauhkah kesenjangan antara nilai diri dengan nilai sosial di mana kita berada. Seberapa besarkah kemampuan kita dalam mengintegrasikan kedua tatanan nilai tersebut dalam perilaku sosial kita, tanpa membuat diri kita merasa tertekan dan tanpa mengusik lingkungan di mana kita berada? Aspek fisik. Seberapa jauhkah kita memikirkan dan mempertimbangkan pola hidup kita untuk menjaga kesehatan dan kebugaran fisik yang akan menunjang kesejahteraan fisik dan sekaligus mental kita?

Nah, dengan bantuan sistematika introspeksi diri yang sederhana tersebut, kita bisa menentukan langkah awal yang relatif lebih lugas dan jelas dalam meniti langkah lanjut ditahun baru ini, demi masa depan, yang mudah-mudahan lebih menjanjikan. Amien. Selamat Tahun
Baru 2003. *
Continue Reading

 

Copyright 2010 All Rights Reserved | Super Template by Ilmu Komputer | Modified by Ilmu Grafis | Original Wordpress theme by Ahli Desain